Halaman

Rabu, 04 Desember 2013

Bulu Itu (Katanya) Bernama Janggut

          Setelah bangun saya pun pergi ke kamar mandi, dan sepertinya saya menemukan sesuatu disana, hobi. Tapi bukan hobi untuk pergi ke kamar mandi. Sebuah hobi baru akibat cermin di kamar mandi, namun bukan juga hobi untuk bercermin. Berkat cermin saya jadi menemukan sesuatu itu di wajah saya. Dua pertanyaan pun terciprat, "apa yang salah dari wajah saya?", juga ''apa yang benar dari wajah saya?''. Jawabannya janggut. Kenapa janggut jawabannya? Saya juga tidak tahu, yang saya tahu ini tulisan saya, jadi tidak masalah kalau suka-suka saya. Walaupun saya tidak suka masalah.

          Dengan secuil tekad untuk mandi, pengaruh dari seorang pemuda yunani bernama Narcissus, penghayatan atas tingginya tingkat pengangguran Indonesia, proses biologis normatif pada dagu yang beranjak dewasa, serta empati mendalam bagi sepotong cermin yang terlantar di kamar mandi. Akhirnya saya menemukan apa yang sering di kumandang kan oleh para penggiat motivasi, passion. Daripada membuang-buang waktu, alangkah bijaksananya bila digunakan untuk menyalurkan minat dan bakat terpendam ini sesuai dengan passion saya, cabut janggut.

          Alhasil, perlahan tapi pasti, satu per satu bulu-bulu itu lenyap dari pandangan. Detik berganti, menit tak berhenti, hampir satu jam sudah saya menekuni hobi baru ini. Inilah salah satu hobi paling positif yang pernah saya temukan karena tidak perlu menguras tenaga, pikiran, hati, dompet, juga bak mandi. Cukup dengan cermin dan jari yang kumiliki (jari tangan, bukan jari kaki), hobi ini dapat ter salurkan dijalan yang benar. Namun syarat utama untuk dapat menekuni hobi ini ialah, harus punya janggut. Ini mutlak, tidak bisa ditawar. Janggut harga mati. (Titik!)

PERHATIAN : " Tulisan setelah ini (Sepertinya) memiliki rating D dan BO, karena belum tentu lulus lembaga sensor. Bacalah bagi yang sudah (merasa) dewasa. Bila tidak, maka pembacaan harus dibawah bimbingan orang tua. "

          Bagaimana bila janggut yang (ternyata) adalah bulu itu tidak kamu miliki? Tak usah kau risau dan bimbang, lalu menanyakan "kemanakah gerangan perginya bulu ku itu?". Alternatif lain bisa ditempuh, bila ternyata bulu itu tak kau miliki. Mungkin kamu bisa meminta bimbingan orang tua untuk menemukan solusinya. Tapi jangan coba-coba mencabut janggut orang tua kamu, apalagi janggut orang tua pacar kamu (kalau punya pacar). Jangan sampai kamu dicap anak durhaka hanya karena salah menyalurkan hobi. Bayangkan (Sungguh adegan berikut ini tidak pantas dibayangkan, apalagi dilakukan) : Malam-malam, setelah orang tua kamu tertidur lelap, kamu mengendap-endap memasuki kamar orang tua kamu, mencari-cari bulu itu. Lalu, ctaaarr..!! Satu bulu sukses kamu cabut. Oke, adegan selanjutnya hanya kamu yang bisa menjelaskan nya. Saran saya, jangan pernah membangunkan singa yang tertidur pulas, apalagi dengan mencabut janggut singa. Sayangnya ayah kamu malah bilang "Siapa ini yang mencabut bulu ketek saya?". Mampus. Kamu salah bulu, walaupun tidak salah orang (syukurlah). Pastikan lah kamu memiliki tempat tinggal cadangan sebelum melakukan adegan berbahaya ini. Tapi itu masih mending, kemungkinan terburuk nya ialah kalau ayah kamu sampai bilang "Siapa ini yang berani mencabut j*mb*t saya?". Mampus. Jangan harap esok masih ada mentari, untukmu. Pastikan lah kamu telah memiliki golden tiket ke nirwana, bila skenario nya seperti ini. 
(DISCLAIMER : No parents were harmed in the making of this paragraph)

          Alternatif terbaik ialah mencabut janggut binatang peliharaan kamu, entah itu kucing atau anjing. Kemungkinan terburuk kamu cuma digigit, lalu terkena rabies. Yang jelas jangan berani-berani mencabut janggut peliharaan kamu, bila ternyata kamu memelihara harimau, beruang, gajah, atau pun jerapah. Yang paling gampang ialah kalau kamu memelihara lele.
(DISCLAIMER again : No animals were harmed in the making of this paragraph)

          Cuma satu yang paling saya takut kan dari hobi ini. Bagaimana bila bulu itu sudah habis, tercabut semuanya. Masa saya harus menunggu sampai tumbuh lagi. Namun saya tidak ingin menggunakan obat pertumbuhan bulu, walaupun bulu bukan tumbuhan. Itu percuma bila akhirnya hanya untuk dicabut. Buang-buang duit. Padahal ini hobi yang murah meriah, siapapun dapat menikmatinya. Walaupun sebagai mahasiswa kosan, tidak mungkin sekali bagiku kalau harus mencabut janggut bapak kos. Tidak. Saya belum lulus kuliah. Saya belum nikah. Saya bahkan belum mati dan masuk surga. Jangan sampai, hal itu menjijikkan. Itu bulu punya cowok, sudah tua, dan punya status sebagai bapak kos. Lebih baik janggut milik seorang cewek, cantik, seksi,  dan muda (kalau ada). 

        Akhir kata, besar harapan saya semoga hobi ini dapat diterima di masyarakat. Berkembang, dan akhirnya dapat menjadi sumber penghidupan bagi mereka yang menekuninya suatu saat nanti, jasa cabut janggut. Sebab saya percaya, setiap hobi yang ditekuni dengan sungguh-sungguh akan membuahkan hasilnya, kesuksesan (mungkin). Seperti orang yang dengan sungguh-sungguh menekuni hobi kuliahnya pasti akan membuahkan hasil, kelulusan. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar